Selasa, 02 Desember 2008

Garis lurus dan penggaris

Saya sadar kalau saya tidak akan pernah bisa membuat garis lurus, sekuat apapun saya mencoba. Pernah di masa SD dulu saya disuruh oleh guru kesenian saya untuk membuat rumah. Tapi saya katakan
"bu, rumahnya dibuat dengan garis yang lurus ya?"
"iya nak, kalau ga lurus nanti rumahnya jelek"
"tapi bu, aku dak bisa buat garis lurus, pasti mencong(ga lurus-red) kemana-mana"
"pake penggaris nak biar lurus"
"saya lupa bawa penggaris bu"
"ya udah nak, dicoba dulu, nanti biar ibu yang bantu kalau memang susah"
jadilah saya mencoba untuk membuat rumah, susah payah saya menggerakkan tangan saya demi menjaga agar tangan saya tersebut tidak bergeser dari rute garis yang saya pikirkan. Perlu usaha berkali-kali dan itupun tidak sempurna. Saya sadar memang sulit membuatnya tanpa penggaris, garis-garisnya tidak rata, sudutnya tidak simetris, benar-benar jelek. Tapi saya yakin kalau saya bisa menggambar garis lurus tanpa penggaris, akan saya tunjukkan kalau saya tak perlu penggaris.

Kemudian ibu guru kesenianku menghampiri,
"gimana nak? dah jadi rumahnya?"
"sudah bu, tapi jelek, ini bukan rumah bu"
dan saya pun hampir menangis, melihat teman-temanku membawa penggarisnya masing-masing, rumah yang mereka gambar pun bagus sekali, rapi, indah, lurus, dan mereka pun tak perlu susah payah menggerakkan tangan mereka perlahan-lahan demi sebuah garis. Tapi saat itu bu guru melihat mataku yang memerah dan dengan tersenyum dia berkata,
"kenapa nak? jangan menangis cuma gara-gara sebuah rumah jelek, lihatlah rumahmu itu, jelek tapi ananda membuatnya dengan usaha nanda sendiri kan? dengan tangan nanda sendiri kan"
"iya bu, tapi seandainya saya bawa penggaris, saya bakal bisa menggambar rumah yang lebih baik"
"tapi sekarang kamu ga bawa penggaris kan? ya sudah, sini kasih ke ibu, ini rumah kok nak, ini rumahmu yang nanda bikin sendiri, ini bukan rumah hasil buatan orang lain"
"iya bu, trus aku dikasih nilai berapa bu?"
ibu guruku pun tersenyum,
"nanda mau nilai berapapun untuk rumah yang nanda bikin bakal ibu kasih, tapi coba bandingkan gambarmu dengan gambar orang lain, tahu bedanya kan?"
kemudian saya melihat gambar-gambar temanku yang lain, saya terpukul, kecewa, gambar mereka jelas lebih baik dari gambarku, gambar mereka lebih rapi dan lebih tertata, kemudian saya berpikir apakah gambar saya yang carut marut itu pantas untuk mendapatkan nilai yang bagus?

Akhirnya ibu guru kesenianku memberiku nilai 6 untuk rumah tersebut, rasa kecewa menghampiri pikiranku, ini gara-gara saya ga bisa buat garis lurus, apa susahnya buat garis lurus!!! Saya kemudian belajar membuat garis lurus, tanpa penggaris, ya tanpa penggaris. Setelah pulang kerumah saya terus belajar menggambar rumah dengan bagus. Tapi tidak bisa-bisa, tidak bisa lurus, kenapa? kenapa tak bisa membuat garis lurus?

Saya akhirnya menggambil penggaris saya, penggaris saya yang ketinggalan dirumah itu, dan lurus. Hanya dengan sekali mencoba, kenapa membuat garis lurus harus butuh penggaris? Kenapa saya sendiri ga bisa buat garis lurus?

Setelah dewasa, saya tetap tak bisa membuat garis lurus tanpa penggaris, saya pikir kenapa. Setelah lama merenung, adalah fitroh manusia untuk tak bisa lurus, adalah esensi dasar manusia untuk tidak lurus. Sekuat apapun manusia untuk bisa lurus dengan bergantung pada akal dan kemampuannya sendiri akan gagal. Manusia butuh pegangan, manusia butuh alat, manusia butuh penggaris agar hidupnya bisa lurus. Manusia takkan bisa bergantung sendiri pada kemampuan fisik, akal dan pikirannya. Manusia butuh sesuatu yang lurus untuk bisa bergerak lurus.

Apakah ada teman-teman yang bisa membuat garis lurus yang sempurna tanpa bantuan alat apapun?